MAKALAH PATIENT SAFETY
MAKALAH
PATIENT SAFETY
Di susun untuk memenuhi tugas
ETIKOLEGAL DALAM KEBIDANAN
Dosen Pengampu : Rizka Ayu
Setyani, SST, MPH
Disusun Oleh :
Kelompok : I (Satu)
Anggota :
1.
Palagia Thesya
Susi (16140117)
2.
Anggika Indah
Permatasari (16140121)
3.
Listiana Dia Ayu
Solihah (16140123)
4.
Katarina Devi (16140125)
5.
Hemmy Setya Jati (16140128)
Kelas :
B.13.2
PRODI D IV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
TAHUN 2016/2017
KATA PENGANTAR
Segala puji kita panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Patient Safety”.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua dan untuk kepentingan proses belajar.
Dalam penyusunan makalah ini tentu
jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran sangat kami
harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini dan untuk pelajaran bagi
kita semua dalam pembuatan di masa mendatang.
Semoga dengan adanya tugas ini kita
dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 23 April 2017
DAFTAR ISI
COVER.............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Patient
Safety.............................................................................................. 3
B. Tujuan Sistem
Patient Safety......................................................................................... 4
C. Implementasi Patient Safety
– 6 Standar Keselamatan Pasien....................................... 4
D. Keselamatan pasien dalam tinjauan Islam...................................................................... 12
E. Aspek Legal Patient Safety............................................................................................ 14
F. Kode Etik yang Berhubungan dengan Patient Safety.................................................... 16
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan..................................................................................................................... 20
B.
Saran............................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Gerakan
"Patient safety" atau Keselamatan Pasien telah menjadi spirit
dalam pelayanan rumah sakit di seluruh dunia. Tidak hanya rumah sakit di negara
maju yang menerapkan Keselamatan Pasien untuk menjamin mutu pelayanan, tetapi
juga rumah sakit di negara berkembang, seperti Indonesia.
Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan no
1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Peraturan ini menjadi tonggak
utama operasionalisasi Keselamatan Pasien di rumah sakit seluruh Indonesia.
Banyak rumah sakit di Indonesia yang telah berupaya membangun dan mengembangkan
Keselamatan Pasien, namun upaya tersebut dilaksanakan berdasarkan pemahaman
manajemen terhadap Keselamatan Pasien. Peraturan Menteri ini memberikan panduan
bagi manajemen rumah sakit agar dapat menjalankan spirit Keselamatan Pasien
secara utuh.
Menurut PMK
1691/2011, Keselamatan Pasien adalah suatu sistem di rumah sakit yang
menjadikan pelayanan kepada pasien menjadi lebih aman, oleh karena
dilaksanakannya: asesmen resiko, identifikasi dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindaklanjutnya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat tindakan medis atau tidak dilakukannya tindakan medis
yang seharusnya diambil. Sistem tersebut merupakan sistem yang seharusnya
dilaksanakan secara normatif.
Melihat
lengkapnya urutan mekanisme Keselamatan Pasien dalam PMK tersebut, maka, jika
diterapkan oleh manajemen rumah sakit, diharapkan kinerja pelayanan klinis
rumah sakit dapat meningkat serta hal-hal yang merugikan pasien (medical error,
nursing error, dan lainnya) dapat dikurangi semaksimal mungkin.
B.
TUJUAN PENULISAN
1.
Tujuan Umum
Menganalisis
penerapan patient safetyserta
2.
Tujuan
Khusus
a.
Mencari
faktor yang dapat mempengaruhi penerapan patient safety
c.
Menganalisis
pelaksanaan patient safety
C.
RUMUSAN MASALAH
a.
Apa yang di maksud dengan
patient safety ?
b.
Bagaimana penerapan patient
safety dalam kebidanan ?
c.
Apa saja faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan patient safety ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Patient safety
Menurut
Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dari cidera aksidental
atau menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan
pengobatan.
Patient
safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk :
assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insident
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah
tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan. Keselamatan
pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi
solusi untuk meminimalkan resiko. Meliputi: assessment risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya,
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
B.
Tujuan Sistem Patient safety
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien
Rumah Sakit adalah:
1.
Terciptanya
budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya
akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4. Terlaksananya
program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan
KTD
C.
Implementasi Patient Safety – 6 Standar Keselamatan
Pasien
Keselamatan
(safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu
penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu :
- keselamatan pasien (patient safety),
- keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,
- keselamatan bangunan dan peralatan di rumah
sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas,
- keselamatan lingkungan (green productivity)
yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan
- keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait
dengan kelangsungan hidup rumah sakit.
Ke
lima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap
rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan
apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama
untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra
perumahsakitan.
Pengertian
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap
kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari :
- Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat
KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
- Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat
KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul
cedera.
- Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat
KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi
belum terjadi insiden.
- Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang
mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
Sasaran Keselamatan Pasien
Sasaran Keselamatan Pasien
merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi
oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine
Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007)
yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS
PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI).
Maksud dari Sasaran Keselamatan
Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran
menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan
menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas
permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat
mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.
Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut:
Sasaran I.: Ketepatan Identifikasi Pasien
Kesalahan karena keliru pasien
terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan.
Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan
terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar; bertukar tempat
tidur/kamar/lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori; atau akibat
situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan:
pertama untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan
menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan
atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi
pasien ketika pemberian obat, darah/produk darah; pengambilan darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; memberikan pengobatan atau tindakan
lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis,
tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain.
Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi.
Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas yang
berbeda pada lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan
rawat jalan, unit gawat darurat, atau kamar operasi, termasuk
identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif
digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan
semua kemungkinan situasi dapat diidentifikasi.
Elemen Penilaian Sasaran I
1)
Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas
pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2)
Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat,
darah, atau produk darah.
3)
Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.
4)
Pasien diidentifikasi sebelum pemberian
pengobatan dan tindakan/prosedur.
5)
Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan
identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.
Sasaran II.:
Peningkatan Komunikasi yang Efektif
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau
tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan
terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telpon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan
kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil
laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit pelayanan.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat/(memasukkan
ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima
perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah
atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan
dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga
menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali
(read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat
darurat di IGD atau ICU.
Elemen
Penilaian Sasaran II
1. Perintah lengkap secara lisan
dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh
penerima perintah.
2. Perintah lengkap lisan dan
telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima
perintah.
3. Perintah atau hasil
pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan hasil
pemeriksaan
4. Kebijakan dan prosedur
mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau melalui
telepon secara konsisten
Sasaran
III.: Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen
harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan
yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering
menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang
berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti
obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah
pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium
klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih
pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat-). Kesalahan ini
bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan
pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih
dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang
paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tsb adalah dengan
meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk
memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data
yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga
mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit
konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi serta pemberian
laboratoriumel secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya
di area tersebut, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak
disengaja/kurang hati-hati.
Elemen Penilaian Sasaran III
- Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar
memuat proses identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan
elektrolit konsentrat.
- Implementasi kebijakan dan prosedur.
- Elektrolit konsentrat tidak berada di unit
pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan
diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai
kebijakan.
- Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit
pelayanan pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area
yang dibatasi ketat (restricted).
Sasaran IV.:
Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu
yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan
ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat
antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan
lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi.
Di samping itu pula asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan
medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar
anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak
terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan
faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang
mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang
digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga
di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu
pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara
konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator /orang yang akan
melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan
lokasi operasi ditandai dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality),
multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multipel
level (tulang belakang).
Maksud
proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
- Memverifikasi
lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
- Memastikan
bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan
tersedia, diberi laboratoriumel dengan baik, dan dipampang;
- Lakukan
verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implant-implant
yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan
diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan
dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim
operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara
ringkas, misalnya menggunakan ceklist.
Elemen Penilaian Sasaran IV
- Rumah
sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
- Rumah
sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua
dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
- Tim
operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu
prosedur/tindakanpembedahan.
- Kebijakan
dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk
prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
Sasaran V.:
Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam
tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi
pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai
dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi
pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan
dengan ventilasi mekanis).
Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci
tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa di baca di
kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan intemasional.
Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang
sudah diterima secara umum untuk implementasi petunjuk itu di rumah
sakit.
Elemen Penilaian Sasaran V
- Rumah
sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
- Rumah
sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
- Kebijakan
dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara
berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Sasaran VI.: Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat
inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh
dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.
Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi
alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan
oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.
Elemen Penilaian Sasaran VI
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas
pasien terhadap risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila
diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi
risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik
keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak
diharapkan.
4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk
mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di
rumah sakit.
D.
Keselamatan pasien dalam tinjauan Islam
Dalam hal keselamatan pasien dirumah sakit, setiap tenaga kesehatan harus
selalu menjaga pasiennya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Menolong pasien tanpa membeda-bedakan baik itu status sosial maupun
agama. Islam juga memerintahkan umatnya untuk saling tolong menolong
dalam hal kebajikan dan takwa.
“ dan bertolong-tolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertaqwalah kamu kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah : 2)
“ Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh berbuat yang makruf,
dan mencegah dari yang mungkar….. “ (
QS.At-Taubah : 71)
Selain itu tenaga medis haruslah memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Penyantun
2. Peramah
3. Sabar
4. Tenang
5. Teliti
6. Tegas
Etika kedokteran Islam terkumpul dalam kode etik kedokteran Islam yang
disebut Thibbun Nabawi, mengatur hubungan dokter dengan orang sakit dan
dokter dengan rekannya. Hubungan antara dokter dengan pasien adalah hubungan
antar manusia dan manusia. Dalam hubngan ini mungkin timbul pertentangan antara
dokter dan pasien, karena masing-masing mempunyai nilai yang berbeda. Untuk
melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak jarang dokter harus berjuang lebih
dulu melawan tradisi yang tertanam dengan kuat. Dalam hal ini, seorang dokter
muslim tidak mungkin memaksakan kebudayaan profesinya. Sifat-sifat penting lain
yang harus dimiliki oleh seorang dokter muslim dalam hal penanganan
pasien gawat darurat ialah:
1. Adanya belas kasihan dan cinta
kasih terhadap sesama manusia
2. Seorang dokter muslim dilarang
mebeda-bedakan pasien
3. Sebagian besar waktunya harus
dicurahkan ke pasien
4. Seorang dokter muslim harus
lebih banyak mendengar dari pada bicara
5. Seorang dokter muslim tidak
boleh berkecil hati dan harus merasa bangga akan profesinya karena semua agama
menghormati profesi dokter
6. Seorang dokter wajib melakukan
pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain yang bersedia dan mampu untuk memberikanny
E.
Aspek Legal Patient Safety
Ketentuan mengenai keselamatan pasien diatur dalam Undang-Undang (UU)
Kesehatan No. 36 tahun 2009. Beberapa pasal yang berkaitan dengan keselamatan
pasien dalam UU Kesehatan tersebut adalah :
- Pasal 5
ayat 2, menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
- Pasal
19, menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala
bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.
- Pasal
24 ayat 1, menyatakan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode
etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional.
- Pasal
53 ayat 3, menyatakan pelaksanaan pelayanan kesehatan harus mendahulukan
keselamatan nyawa pasien.
- Pasal
54 ayat 1, menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan non
diskriminatif.
Selain itu, tanggung jawab
hukum keselamatan pasien diatur dalam Pasal 58 UU Kesehatan No. 36 tahun
2009 yang berbunyi : “ Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya “
Tuntutan ganti rugi sebagaimana yang dimaksud tidak
berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
Aspek hukum lain terhadap “patient safety” atau keselamatan
pasien adalah sebagai berikut :
1) Pasal 53 (3) UUNo.36/2009 tentang kesehatan Pelaksanaan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendahulukan pertolongan keselamatan
nyawa pasien dibanding kepentingan lainnya.
2) Pasal 32n UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap pasien mempunyai hak
memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah
sakit
3) Pasal 29b UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap rumah sakit mempunyai
kewajiban memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit.
4) Pasal 45 (1) UU No.44/2009 tentang rumah sakit Rumah sakit tidak
bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan atau keluarganya menolak atau
menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya
penjelasan medis yang komprehensif.
5) Pasal 32d UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap pasien mempunyai hak
memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional.
6) Pasal 32e UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap pasien mempunyai hak
memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi.
7) Pasal 32j UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap pasien mempunyai hak
mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan.
8) Pasal 32q UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap pasien mempunyai hak
menggugat dan/atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.
9) Pasal 43 UU No.44/2009 Rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan
pasien
a. Standar
keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam
rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
b. Rumah sakit
melaporkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri.
c. Pelaporan
insiden keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat secara
anonim dan ditujukan untuk mengkoreksi sistem dalam angka meningkatkan
keselamatan pasien.
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar
keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan peraturan menteri.
10) Permenkes RI
no.1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit.
Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman.
F.
Kode Etik yang Berhubungan dengan Patient Safety
Kode etik bidan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang
memberikan tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan praktik
kebidanan, baik yang berhubungan dengan klien, keluarga, masyarakat, teman
sejawat, profesi dan dirinya sendiri.
Kode etik
bidan yang berhubungan dengan keselamatan pasien diantarnya adalah :
1. Kewajiban
terhadap klien dan masyarkat : Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi,
menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya
2. Kewajiban
terhadap tugasnya : Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna
kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang
dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien keluarga dan masyarakat
Di dalam kode etik kedokteran disebutkan bahwa setiap dokter harus
berperilaku profesional dalam praktik kedokteran serta mendukung kebijakan
kesehatan, memahami isu-isu etik maupun aspek medikolegal dalam praktik
kedokteran serta menerapkan program keselamatan pasien.
Kode etik kedokteran yang berhubungan dengan keselamatan pasien adalah :
VII. 6. Aspek keselamatan pasien dalam praktek kedokteran
VII. 6. 1. Menerapkan standar keselamatan pasien:
a. Hak pasien
b. Mendidik
pasien dan keluarga
c. Keselamatan
pasien dan kesinambungan pelayanan
d. Penggunaan
metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
e. Peran
kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
f. Mendidik
staf tentang keselamatan pasien
g. Komunikasi
yang merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
h. keselamatan
pasien
VII. 6. 2.Menerapkan 7 (tujuh) langkah keselamatan pasien
a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
b. Memimpin dan mendukung staf
c. Integrasikan aktifitas pengelolaan risiko
d. Kembangkan sistem pelaporan
e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
g. Cegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
A. Kasus
Kasus An. Az. di Rumah Sakit S (padang) umur 3 tahun pada tanggal 14
februari 2012, pasien di rawat di ruangan melati Rs. S padang dengan diagnosa
Demam kejang . Sesuai order dokter infus pasien harus diganti dengan didrip
obat penitoin namun perawat yang tidak mengikuti operan jaga langsung
mengganti infuse pasien tanpa melihat bahwa terapi pasien tersebut infusnya
harus didrip obat penitoin. Beberapa menit kemudian pasien mengalami
kejang-kejang, untung keluarga pasien cepat melaporkan kejadian ini sehingga
tidak menjadi tambah parah dan infusnya langsung diganti dan ditambah penitoin.
B. Analisis
Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa kelalaian perawat dapat
membahayakan keselamatan pasien. Seharusnya saat pergantian jam dinas semua
perawat memiliki tanggung jawab untuk mengikuti operan yang bertujuan untuk
mengetahui keadaan pasien dan tindakan yang akan dilakukan maupun dihentikan.
Supaya tidak terjadi kesalahan pemberian tindakan sesuai dengan kondisi pasien.
Pada kasus ini perawat juga tidak menjalankan prinsip 6 benar dalam
pemberian obat. Seharusnya perawat melihat terapi yang akan diberikan kepada
pasien sesuai order, namun dalam hal ini perawat tidak menjalankan prinsip
benar obat.
Disamping itu juga, terkait dengan hal ini perawat tidak mengaplikasikan
konsep patient safety dengan benar, terbukti dari kesalahan akibat tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan yang menyebabkan ancaman
keselamatan pasien.
C. Pengembangan Dan Penerapan Solusi Serta Monitoring Atau Evaluasi
Berdasarkan kasus diatas solusi untuk pemecahan masalah mengenai perawat
yang tidak mengikuti operan pergantian jam dinas. Perawat harus mengetahui
standar keselamatan pasien sesuai dengan uraian DepKes, sebagai berikut :
Standar
Keselamatan Pasien RS (KARS – DepKes)
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan asuhan berkesinambungan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja, untuk melakukan evaluasi dan
meningkatkan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi
hak setiap orang terutama dalam pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan
kesehatan yang bermutu dan aman.
Peran-peran perawat dalam
mewujudkan patient safety di rumah sakit dapat dirumuskan antara lain sebagai pemberi
pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar pelayanan dan SOP yang telah
ditetapkan; menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan
keperawatan; memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan
yang diberikan; menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian
pelayanan kesehatan; menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan
keluarganya, peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap
kejadian tidak diharapkan; serta mendokumentasikan dengan benar semua asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga.
B. SARAN
Adapun
saran untuk para perawat yang mengaplikasikannya di lingkungan rumah sakit agar
selalu mengutamakan keselamatan pasien berdasarkan procedure yang telah di
tentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham
Gary F. Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Cunningham Gary F, Gant
Norman F, dkk, editor. Williams Obstetri. Ed 21. Jakarta: EGC; 2005. hal
624-73.
Dr. Erwin
Santosa, Sp.A. 2015. Kuliah Manajemen Risiko.S2 Kebidanan Stikes ‘Aisyiyah
Yogyakarta.
Departemen
Kesehatan R.I. (2006). PANDUAN NASIONAL KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
(Patient Safety).
Hasan, A. B. P. (2006). Psikologi Perkembangan Islam. jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1691/MENKES/PER/VIII/2011 TENTANG
KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT DENGAN. (2011).
0 Response to "MAKALAH PATIENT SAFETY"
Post a Comment